DISMENORE SEKUNDER

1. Definisi
Dismenore sekunder adalah adalah nyeri haid yang disebabkan oleh patologi pelvis secara anatomis atau makroskopis dan terutama terjadi pada wanita berusia 30-45 tahun (Widjanarko, 2006). Pengertian yang lain menyebutkan definisi dismenore sekunder sebagai nyeri yang muncul saat menstruasi namun disebabkan oleh adanya penyakit lain. Penyakit lain yang sering menyebabkan dismenore sekunder anatara lain endometriosis, fibroid uterin, adenomyosis uterin, dan inflamasi pelvis kronis.
2. Etiologi
Dismenore sekunder disebabkan oleh kondisi iatrogenik dan patologis yang beraksi di uterus, tuba falopi, ovarium, atau pelvis peritoneum. Secara umum, nyeri datang ketika terjadi proses yang mengubah tekanan di dalam atau di sekitar pelvis, perubahan atau terbatasnya aliran darah, atau karena iritasi peritoneum pelvis. Proses ini berkombinasi dengan fisiologi normal dari menstruasi sehingga menimbulkan ketidaknyamanan. Ketika gejala ini terjadi pada saat menstruasi, proses ini menjadi sumber rasa nyeri. Penyebab dismenore sekunder dapat diklasifikasikan dalam 2 golongan, yaitu penyebab intrauterin dan penyebab ekstrauterin (Smith, 2003).
 
Beberapa penyebab dismenore sekunder yang besifat intrauterin adalah :
a. Adenomyosis
Adenomyosis merupakan suatu kondisi yang dikarakterisasi oleh adanya invasi benign dari endometrium ke perototan uterus, hal tersebut sering berhubungan dengan pertumbuhan abnormal yang menyebar dari perototan. Kondisi ini dilaporkan terjadi pada 25-40% spesimen histerektomi. Nyeri akibat adenomyosis seringkali berhubungan dengan rektum atau sakrum. Endometriosis diketahui dapat terjadi bersamaan pada 15% kasus. Diagnosis akhir adenomyosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan mikroskopik.
b. Myomas
Myomas atau uterine fibroids merupakan kejadian yang paling sering terjadi dan dilaporkan sebanyak 20% wanita berusia lebih dari 30 tahun, dan 30% wanita usia di atas 40 tahun. Ada beberapa ukuran tumor, dari yang paling kecil hingga yang memiliki berat lebih dari 100 pon. Walaupun tumor ini dapat terjadi pada beberapa bagian dari uterus, serviks, atau ligamen, dan hal tersebut yang lebih sering menyebabkan dismenore sekunder. Hal tersebut pula yang menyebabkan distorsi pada uterus dan cavum uterus. Nyeri dirasa meningkat karena disrupsi aktivitas normal otot uterus atau diperngaruhi oleh tekanan intrauterus.
c. Polyps
Meskipun polip bukan penyebab yang sering pada dismenore, massa di dalam rongga uterus dapat menyebabkan nyeri saat menstruasi. Ketika gejala cukup meluas, pertumbuhan massa ini umumnya dapat dideteksi menggunakan virtue of uterine enlargement atau hernia melalui serviks.
d. Penggunaan Intrauterine Devices (IUD)
Penyebab iatrogenik yang umum pada disemenore sekunder adalah penggunaan IUD. Adanya benda asing dapat meningkatkan aktivitas uterus yang dapat menimbulkan nyeri, terutama terjadi pada wanita yang belum memiliki anak. Riwayat dan adanya string IUD pada pemeriksaan fisik memberikan petunjuk yang cukup.
e. Infeksi
Dismenore sekunder merupakan konsekuensi dari adanya infeksi. Ketika infeksi aktif muncul, seringnya muncul secara akut, dan akan terdiagnosa lebih awal. Bekas luka dan adhesi dapat menyebabkan pergerakan serviks visera terbatas dan rasa nyeri. Nyeri ini hanya timbul selama menstruasi, intercourse, gerakan makanan, dan aktivitas fisik, serta akan menetap pada kondisi yang kronis. Riwayat infeksi pelvis, khususnya yang berulang, dengan pemeriksaan nyeri pelvis, penebalan adnexal, perpindahan yang terbatas, dapat menjadi dugaan.
Sedangkan beberapa penyebab yang bersifat ekstrauterin diantaranya adalah :
a. Endometriosis
Endometriosis merupakan kondisi adanya jaringan yang menyerupai membran mukosa uterus yang normal yang terdapat di luar uterus. Lokasi utamanya ditemukannya implan endometrium adalah di ovarium, ligamen uterus, rectovaginal septum, pelvis peritoneum, tuba falopi, rektum, sigmoid, dan kandung kemih, serta lokasi yang jauh dari uterus seperti plasenta dan vagina. Walaupun 8-10% pasien mengalami gejala akut, sebagian besar pasien mengeluhkan dismenore yang berat dengan gejala pada punggung dan rektum. Adanya nodul pada daerah uterosacral, pada pasien yang memiliki gejala menyerupai inflamasi kronis pada pelvis dapat ditentukan kemungkinan adanya endometriosis.
b. Tumor
Tumor yang jinak maupun ganas dapat menyebar pada uterus atau struktur adnexal, dan kemungkinan dapat menyebabkan dismenore atau nyeri pelvis. Walaupun tumor secara tunggal tidak menyebabkan nyeri, adanya massa pada pemeriksaan fisik menjadikan dokter mendiagnosa kemungkinan adanya massa, dan bukan hanya fibroid.
c. Inflamasi
Inflamasi kronis dapat menjadi sumber nyeri pelvis dan dismenore, hal ini dapat terjadi karena efek aktif dari inflamasi atau adanya bekas luka dan kerusakan yang disebabkan sebelumnya.
d. Adhesions
Adhesi muncul dari proses inflamasi sebelumnya atau pembedahan yang dapat menjadi sumber nyeri pelvis kronis, namun jarang menyebabkan dismenore. Meskipun secara umum tidak tampak pada pemeriksaan fisik, riwayat pasien dapat membantu dalam evaluasi kemungkinan penyebabnya.
e. Psikogenik
Dismenore akibat faktor psikologis relatif umum terjadi. Karena seringnya dismenore terjadi dan tidak adanya penjelasan untuk keluhan yang dirasakan pasien, maka dengan mudah dapat dikatakan bahwa rsa nyeri yang ada merupakan salah satu perasaan yang berhubungan dengan kondisi psikologis. Telah banyak laporan mengenai berbagai tipe personal yang diyakini memiliki hubungan dengan dismenore dan nyeri pelvis kronis. Hanya sedikit pasien yang menganggap bahwa nyeri atau dismenore yang dialaminya merupakan nyeri karena pengaruh psikologis.
f. Pelvic congestive syndrome
Istilah dari pelvic congestive syndrome umumnya digunakan untuk pasien dengan keluhan nyeri pelvis yang bersifat kronis atau dismenore yang kambuh dan tidak ditemukan tanda-tanda klinik. Beberapa studi melaporkan bahwa pada pasien dengan gejala ini ditemukan adanya pelebaran pembuluh vena pada pelvis ketika dilakukan laparoskopi. Hal ini menjelaskan bahwa pelebaran vena ini menyebabkan keluhan nyeri dan penebalan pelvis.
g. Non–gynecology
Seperti pada kasus nyeri nyeri pelvis akut, dinding abdominal, kandung kemih, rektum, sigmoid, dan elemen skeletal dari pelvis dapat menjadi sumber penyebab nyeri pelvis kronis. Semua faktor penyebab itu harus didiagnosa melalui pemeriksaan fisik dan riwayat pasien dengan keluhan nyeri pelvis kronis.
(Smith, 2003)
3. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala pada dismenore sekunder dan nyeri pelvis dapat beragam dan banyak. Umumnya gejala tersebut sesuai dengan penyebabnya. Keluhan yang biasa muncul adalah gejala pada gastrointestinal, kesulitan berkemih, dan masalah pada punggung. Keluhan menstruasi berat yang disertai nyeri menandakan adanya perubahan kondisi uterus seperti adenomyosis, myomas, atau polip. Keluhan nyeri pelvis yang berat atau perubahan kontur abdomen meningkatkan neoplasi intra-abdominal. Demam, menggigil, dan malaise menandakan adanya proses inflamasi. Keluhan yang menyertai infertilitas menandakan kemungkinan terjadinya endometriosis. Ketika pasien mengeluhkan bahwa gejala mucul setelah penggunaan IUD, tidak tepat jika mengatakan bahwa penggunaan IUD sebagai penyebabnya (Smith, 2003).
4. Diagnosis
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik umumnya akan memberikan petunjuk untuk penegakan diagnosis atau diagnosis itu sendiri pada pasien yang memiliki keluhan dismenore atau nyeri pelvis yang sifatnya kronis. Adanya pembesaran uterus yang asimetris atau tidak teratur menandakan suatu myoma atau tumor lainnya. Pembesaran uterus yang simetris kadang muncul pada kasus adenomyosis dan kadang terjadi pada kasus polyps intrauterin. Adanya nodul yang menyebabkan rasa nyeri pada bagian posterior dan keterbatasan gerakan uterus menandakan endometriosis. Gerakan uterus yang terbatas juga ditemukan pada kasus luka pelvis akibat adhesion atau inflamasi. Proses inflamasi kadang menyebabkan penebalan struktur adnexal. Penebalan ini terlihat jelas pada pemeriksaan fisik. Namun, pada beberapa kasus nyeri pelvis, pemeriksaan laparoskopi pada organ pelvis tetap dibutuhkan untuk melengkapi proses diagnosa (Smith, 2003).
b. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi
Tes laboratorium pada pasien dismenore sekunder atau nyeri pelvis kronis sangat terbatas. Hitung jenis darah dapat membantu mengevaluasi akibat adanya pendarahan yang terus menerus. Laju enap darah dapat membantu mengidentifikasi adanya proses inflamasi, namun tidak spesifik. Tes radiologi umumnya terbatas untuk etiologi yang tidak berhubungan dengan gynecology, seperti pemeriksaan pada saluran pencernaan dan saluran kemih. Tes ultrasonografi pada pelvis memberikan manfaat yang besar karena memberikan gambaran adanya myoma, tumor adnexal atau tumor lainnya, dan lokasi pemakaian IUD(Smith, 2003).
5. Manajemen terapi
Pengobatan untuk dismenore sekunder maupun nyeri pelvis kronis diarahkan untuk mengurangi dan menghilangkan faktor penyebabnya. Meskipun penggunaan analgetik, antispasmodik, dan pil KB dapat memberikan efek yang bermanfaat namun sifatnya hanya sementara. Hanya terapi spesifik yang bertujuan untuk menghilangkan penyebab yang pada akhirnya akan memberikan keberhasilan terapi. Terapi yang bersifat spesifik ini dapat berupa dari penghentian penggunaan IUD sampai dengan terapi menggunakan anti estrogen pada kasus endometriosis. Dapat juga terapi dengan pemindahan polip sampai dengan hysterectomy. Pada beberapa pasien dengan diagnosa tidak spesifik dimana pemberian terapi untuk meredakan keluhan nyeri tidak dapat mengurangi keluhan dan gejalanya, presacral neuroctomy dapat bermanfaat (Smith, 2003).

Kista Ovarium

Pengertian
Kista berarti kantung yang berisi cairan. Kista ovarium (atau kista indung telur) berarti kantung berisi cairan, normalnya berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium).
Kista indung telur dapat terbentuk kapan saja, pada masa pubertas sampai menopause, juga selama masa kehamilan.
Kista ovarium disebabkan oleh gangguan (pembentukan) hormon pada hipotalamus, hipofisis, dan ovarium.
Kista ovarium ada yang bersifat jinak dan ganas (kanker). Biasanya kista yang berukuran kecil bersifat jinak. Kista ovarium sering ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaan rutin.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis kista ovarium antara lain:
1. Sering tanpa gejala.
2. Nyeri saat menstruasi.
3. Nyeri di perut bagian bawah.
4. Nyeri pada saat berhubungan badan.
5. Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai ke kaki.
6. Terkadang disertai nyeri saat buang air kecil dan/atau buang air besar.
7. Siklus menstruasi tidak teratur; bisa juga jumlah darah yang keluar banyak.


Adapun manifestasi klinis kanker ovarium antara lain:
1. Perubahan menstruasi.
2. Rasa sakit atau sensasi nyeri saat bersenggama (dyspareunia).
3. Gangguan pencernaan yang menetap, seperti: kembung, mual.
4. Perubahan kebiasaan buang air besar, contoh: sukar buang air besar (= sembelit, konstipasi, obstipasi)
5. Perubahan berkemih, misalnya: sering kencing.
6. Perut membesar, salah satu cirinya adalah celana terasa sesak.
7. Kehilangan selera makan atau rasa cepat kenyang (perut terasa penuh).
8. Rasa mudah capek atau rasa selalu kurang tenaga.
9. Rasa nyeri pada (tulang) punggung bawah (Low back pain).
Penegakan Diagnosis
Diagnosis kista ovarium ditegakkan melalui pemeriksaan dengan ultrasonografi atau USG (abdomen atau transvaginal), kolposkopi screening, dan pemeriksaan darah (tumor marker atau petanda tumor).
Pemeriksaan Laboratorium
Di dalam praktek, jika diperlukan dokter kandungan akan menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan sekret (yang meliputi: Trichomonas, Candida/jamur, bakteri batang, bakteri kokus, epitel, lekosit, eritrosit, epitel, dan pH) dan hematologi, misalnya: Hb (Hemoglobin).
Dalam buku dr. Yuliana dijelaskan bahwa pada kista/tumor jinak, dapat digunakan Melia Propolis 5 x 15 tetes perhari, sampai 3 bulan. Setelah itu dilakukan lagi USG / scanning, bagaimana keadaan kista itu apakah mengecil, apakah jumlahnya berkurang, apakah ada kemajuan pengobatan?

DISFUNGSIONAL UTERINE BLEEDING (DUB)

I. Pengertian
DISFUNGSIONAL UTERINE BLEEDING Adalah perdarahan normal yang dapat terjadi di dalam siklus maupun di luar siklus menstruasi, karena gangguan fungsi mekanisme pengaturan hormone (ovum – indung telur – rahim) tanpa kelainan organ.

II. Gejala
Perdarahan rahim yang dapat terjadi tiap saat dalam siklus menstruasi. Jumlah perdarahan bisa sedikit-sedikit dan terus menerus atau banyak dan berulang. Kejadian sering pada manarke atau masa pre-menopause.

III. Faktor Penyebab
Sampai saat ini penyebab belum diketahui secara pasti, beberapa kondisi yang dilakukan dengan perdarahan rahim disitu , antara lain :
1. Kegemukan
2. Faktor kejiwaan
3. Alat kontrasepsi hormonal
4. Alat kontrasepsi dalam rahim (intra uterine diyices)
5. Beberapa penyakit seperti :
a. Trombositopenia, kencing maniss
b. Tumor organ reproduksi, kista ovarium, infeksi vagina.


IV. Diagnosa
Untuk menegakkan diagnosa langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
1. Wawancara
2. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan umum ditujukan untuk mengetahui berbagai kemungkinan penyebab terjadinya perdarahan rahim.
b. Pemeriksaan khusus menyingkirkan kemungkinan kelainan organ sebagai penyebab perdarahan abnormal, misalnya perlukan, polip leher rahim, infeksi abortus, tumor
c. Pemeriksaan organ reproduksi (ginekolosis)

V. Pengobatan
Setelah menegakkan diagnosa dan setelah menyingkirkan berbagai kemungkinan kelainan organ, ternyata tidak ditemukan penyakit lainnya. Maka langkah selanjutnya adalah melakukan prinsip-prinsip pengobatan :
1. Menghentikan pendarahan
Langkah-langkah untuk menghentikan perdarahan
a. Kuret
b. Obat
1) Golongan estrogen
Pada umumnya dipakai estrogen alamiah karena relatif menguntungkan karena sudah membebani kinerja luar dan tidak menimbulkan gangguan pembekuan darah.
2) Obat kombinasi
Diberikan secara bertahap jika perdarahan banyak.
3) Golongan progesteron
c. Mengatur menstruasi agar kembali normal
Setelah perdarahan berhenti langkah selanjutnya adalah pengobatan untuk mengatur siklus menstruasi misalnya pemberian :
Golongan progesterone atau tablet diminum selama 10 hari
d. Transfusi jika kadar hemoglobin kurang dari 85%

VI. Prakiran Hasil Pengobatan
Hasil pengobatan bergantung pada proses pergerakan penyakit (patofisiologis) :
1. Penegakan diagnosa yang tepat dan regulasi hormonal secara dini dapat memberikan angka kesembuhan hingga 96%
2. Pada wanita mudah yang sebagian besar terjadi dalam siklus normal (anovulasi) dapat diobati dengan baik.
Nursing Care Plan
1. Nyeri akut ybd agen injuri fisik
Definisi :
Yaitu sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul secara aktual/ potensial kerusakan jaringan menggambarkan adanya kerusakan, intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat diprediksi dan durasi kurang dari 6 bulan.
Tujuan
a. Klien mampu mencapai level nyaman pada tanggal…
Indikator 1 2 3 4 5
1. Melaporkan secara fisik sehat
2. Melaporkan puas dapat mengontrol nyeri
3. Melaporkan secara psikologis baik
4. Mengekspresikan puas dengan fisiknya
5. Mengekspresikan puas dengan hubungan sosial
6. Mengekspresikan puas secara spiritual
7. Melaporkan puas dengan kemandiriannya
8. Puas terhadap kemampuan mengontrol nyeri

Keterangan :
1 = tidak pernah
2 = jarang
3 = kadang-kadang
4 = sering
5 = selalu
b. Klien mampu mengontrol nyeri pada tanggal…
Indikator 1 2 3 4 5
1. Mengenal faktor pencetus nyeri
2. Mengenal onset/ lama nyeri
3. Melakukan langkah pencegahan
4. Menggunakan pencegahan non invasif
5. Menggunakan analgetik yang sesuai
6. Melaporkan bila ada tanda awal nyeri
7. Melaporkan tanda-tanda nyeri
8. Menggunakan sumber-sumber yang ada

Keterangan :
1 = tidak pernah bisa melakukan
2 = jarang bisa melakukan
3 = kadang-kadang bisa melakukan
4 = sering bisa melakukan
5 = selalu dapat melakukan
c. Klien mampu menyebutkan efek mengganggu dari nyeri pada tanggal…
Indikator 1 2 3 4 5
1. Gangguan hubungan interpersonal
2. Gangguan penampilan/ aktivitas
3. Ketidaksesuaian bekerja yang diharapkan
4. Ketidaksesuaian kenyamanan hidup yang diinginkan
5. Ketidaksesuaian kontrol diri yang diharapkan
6. Gangguan emosi
7. Kehilangan kesabaran
8. Gangguan tidur
9. Kelemahan mobilitas fisik
10. Kelemahan perawatan diri
11. Kesulitan makan/ menelan
12. Gangguan eliminasi
13. Gangguan nafsu nafsu makan

Keterangan :
1 = sangat berat
2 = agak berat
3 = sedang
4 = ringan
5 = tidak ada
d. Klien mampu mengurangi level nyeri pada tanggal …
Indikator 1 2 3 4 5
1. Melaporkan nyeri
2. Bagian tubuh yang nyeri
3. Frekuensi nyeri
4. Lamanya serangan nyeri
5. Ekspresi wajah
6. Tonus otot
7. Keringat dingin

Keterangan :
1 = sangat berat
2 = agak berat
3 = sedang
4 = ringan
5 = tidak ada
Intervensi :
1. Observasi nyeri
2. Identifikasi penyebab nyeri hebat yang tidak turun
3. Anjurkan klien untuk melaporkan pengalaman dan metode menangani nyeri yang terakhir dilakukan
4. Berikan posisi yang nyaman bagi klien
5. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi untuk mengurangi rasa nyeri
6. Laksanakan terapi dokter untuk pemberian analgesic sesuai dosis

2. Risiko infeksi
Definisi :
Keadaan dimana terjadi peningkatan resiko terpapar mikroorganisme pathogen.
Tujuan :
a. Klien mampu mencegah status infeksi pada tanggal…
Indikator 1 2 3 4 5
1. Mengenal faktor pencetus nyeri
2. Nyeri saat berkemih
3. Demam
4. Nyeri
5. Menggigil/ kedinginan
6. Gangguan kognitif

Keterangan :
1 = sangat berat
2 = agak berat
3 = sedang
4 = ringan
5 = tidak ada
b. Klien mampu mencapai status kekebalan tubuh pada tanggal…
Indikator 1 2 3 4 5
1. Tidak ada infeksi berulang
2. BB dalam batas normal
3. Suhu tubuh DBN
4. Keutuhan kulit
5. Hitung jenis leukosit DBN

Keterangan :
1 = sangat tidak sesuai
2 = agak tidak sesuai
3 = kadang tidak sesuai
4 = jarang tidak sesuai
5 = sesuai
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda infeksi
2. Monitor dan catat pemeriksaan terutama leukosit
3. Lakukan semua tindakan invasive perawatan luka
4. Perawatan alat medis invasive dengan prinsip steril
5. Beri penjelasan pada klien dan keluarga cara pengontrolan
6. Infeksi termasuk cuci tangan, faktor resiko, cara mencegah infeksi
7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotic
3. Resiko kekurangan volume cairan
Definisi :
Resiko mengalami dehidrasi vaskuler, seluler dan intrasel
Faktor resiko :
– Faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan (status hipermetabolik)
– Pengobatan deuritik
– Kehilangan cairan melalui jalur abnormal
– Kurangnya pengetahuan tentang volume cairan
– Banyaknya kehilangan cairan melalui jalur normal
– Usia lanjut
Tujuan :
Cairan intrasel dan ekstrasel dalam tubuh klien seimbang setelah perawatan pada tanggal…
Kriteria hasil :
Keseimbangan cairan
Indikator 1 2 3 4 5
1. TD IER
2. Tekanan
3. Arteri rata-rata IER
4. Tekanan vena sentral IER
5. BB stabil
6. Tidak ada edema, peridetal
7. Tidak terjadi kebisingan
8. Hidrasi kulit
9. Elektrolit serum DBN
10. Hematokrit DBN

IER = dalam tingkat nilai yang diharapkan
Keterangan :
1 = sangat dikompromi
2 = sering dikompromi
3 = kadang dikompromi
4 = jarang dikompromi
5 = tidak dapat dikompromi
Intervensi :
1. Manajemen elektrolit
• Monitor elektrolit sebelum abnormal
• Monitor manifestasi keseimbangan cairan
• Berikan cairan
• Pertahankan keakuratan intake dan output
• Berikan elektrolit tindakan tambahan (oral, NGT, 10) sesuai resep
• Ajarkan pasien dengan keluarga tentang tipe, penyebab, treamorit dalam keseimbangan cairan.
2. Manajemen cairan
• Naikkan masukan obat oral
3. Cairan intravena
• Berikan cairan IV temperatur ruang
• Monitor kelebihan cairan dan reaksi fisik

Infeksi Genitalia dan Alat Kandungan (Pelviksitis, Servisitis, Adneksitis dan Salpingitis)

A. Pelviksitis
1. Pengertian
Peradangan pada organ-organ pelvis
2. Penyebaran
· Dari serviks melalui rongga endometrium ke dalam endosalping
· Jalur vena dan saluran getah bening dari ligamentum
3. Inveksi pelvis dibagi dalam tiga kategori
· Terjadi setelah kuretase, post abortus dan postpartum
· Post operasi
· Inveksi pelvis pada pasien tidak hamil à diawali PMS
4. Tanda gejala
Gejala muncul setelah siklus menstruasi penderita mengeluh nyeri pada perut bagian bawah yang semakin memburuk dan disertai mual muntah. Gejala lain
· Keputihan berwarna dan berbau tidak normal
· Demam lebih dari 370C
· Spotting

· Dismenore
· Dispareunia à nyeri saat berhubungan seksual
· Postcoital bleeding
· Nyeri punggung bagian bawah
· Kelelahan
· Nafsu makan berkurang
· Poliuria
· Disuria
5. Diagnosa
Diagnosa ditegakan berdasarkan gejala dan hasil dari pemeriksaan fisik yang dilakukan pemeriksaan panggul dan perabaan perut. Pemeriksaan lainya dilakukan
· Pemeriksaan darah lengkap
· Pemeriksaan cairan dari serviks
· Kuldosintesi
· Laparaskopi
· USG panggul
6. Penanganan
Pelviksitis tanpa komplikasi bisa diobati dengan antibiotik dan penderita tidak perlu dirawat. Jika terjadi komplikasi/ penyebaran infeksi maka penderita harus dirawat di RS.
Jika tidak ada respon terhadap pemberian obat antibiotik, mungkin perlu dilakukan pembedahan. Pasangan penderita juga sebaiknya menjalani pengobatan secara bersamaan dan selama menjalani pengobatan jika melakukan hubungan seksual pasangan penserita sebainya menggunakan kondom.
B. Serviksitis
1. Pengertian
Infeksi yang diawali di endoserviks dan ditemukan pada gonorea dan infeksi post baortus atau post partum yang disebabkan oleh streptokokus, stapilokokus dan lain-lain.
2. Tanda gejala
Serviks merah dan membengkak dengan mengeluarkan cairan mukopurulen
3. Penanganan
Pengobatan dilakukan agar penyakit benar-benar teratasi tidak menjadi servisitis kronika
4. Servisitis kronika
Servisitis yang menahun menjadi kronis. Beberapa gambaran patologis dapat dikemukakan
· Serviks kelihatan normal, tidak menimbulkan gejala kecuali sekret yang agak putih kuning
· Pada portio di daerah orifisium eksternum tampak kemerahan
· Sobekan pada serviks lebih luas dan mmukosa endoserviks lebih kelihatan dari luar. Jika terjadi terus menerus serviks bisa hipertrofi dan mengeras
5. Pengobatan
Kauterisasi radial. Jaringan yang meradang dalam dua mingguan diganti dengan jaringan sehat. Jika laserasi serviks agak luas perlu dilakukan trakhelorania. Pinggir sobekan dan endoserviks diangkat, lalu luka baru dijahit. Jika robekan dan infeksi sangat luas perlu dilakukan amputasi serviks.
C. Adneksitis
1. Pengertian
Radang pada tuba falopi dan ovarium yang terjadi secara brsamaan
2. Penyebab
· Infeksi menjalar keatas dari uterus. Bisa juga melalui darah
· Akibat tindakan (pos kuretase, post pemasangan IUD)
· Perluasan radang yang letaknya tidak jauh seperti apendiksitis
3. Tanda gejala
· Demam
· Laukositis
· Nyeri di sebelah kanan dan kiri uterus
4. Penanganan
· Tirah baring
· Perawatan umum
· Pemberian antibiotik dan analgetik
5. Pembedahan perlu dilakuan jika
· Jika terjadi ruptur atau abses ovarium
· Jika terjadi gejala-gejala ileus karena perlekatan
· Jika terjadi kesukaran untuk membedakan antara apendiksitis akuta dan adneksitis akuta
D. Salpingitis
1. Pengertian
Peradangan pada tuba fallopii
2. Tanda dan gejala
Ibu mengeluh/merasa
Nyeri perut bagian bawah
Perdarahan pervaginam diantara waktu menstuasi
Keputihan
Gejala penyerta seperti, demam/menggigil, anoreksia, nausea, vomitus, disuria, poliuria
Menstruasi meningkat jumlah dan lamanya
Ada riwayat kontasepsi AKDR
3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan umum
Suhu biasanya meningkat
Tekanan darah normal
Denyut nadi cepat
Pemeriksaan abdomen
Nyeri perut bawah
Nyeri lepas
Rigiditas otot
Bising usus menurun
Distensi abdomen
Pemeriksaan inspekulo
Tampak sekret purulen di ostium serviks
4. Pemeriksaan laboratorium
Leukosit cenderung meningkat
5. Penanganan
Berobat jalan
Jika keadaan umum baik, tidak demam
ü Berikan antibiotik
Cefotaksitim 2 gr IM atau
Amoksisilin 3 gr peroral atau
Ampisilin 3,5 per os atau
Prokain ampisilin G dalam aqua 4,8 juta unit IM pada 2 tempat
Masing-masing disertai dengan pemberian probenesid 1gr per os
Diikuti dengan
Dekoksisiklin 100 mg per os dua kali sehari selama 10-14 hari
Tetrasiklin 500 mg per os 4 kali sehari
(dekoksisilin dan tetrasiklin tidak digunakan untuk ibu hamil)
ü Tirah baring
ü Kunjungan ulang 2-3 hari atau jika keadaan memburuk
Rawat inap
Jika terdapat keadaan-keadaan ynag mengancam jiwa ibu
Kesimpulan
Pelviksitis adalah radang pada organ pelvis. Dengan gejala nyeri pada perut bagian bawah, Keputihan, Demam lebih dari 370C, Spotting dan dismenore, Dispareunia dan postcoital bleeding, Nyeri punggung bagian bawah, Kelelahan dan nafsu makan berkurang, Poliuria dan disuria
Servisitis adalah radang pada serviks dengan tanda Serviks merah dan membengkak dengan mengeluarkan cairan mukopurulen
Adneksitis adalah radang pada adneksa dengan tanda Demam, Laukositis, Nyeri di sebelah kanan dan kiri uterus
Salpingitis adalah radang pada adneksa dengan tanda Nyeri perut bagian bawah, Perdarahan pervaginam diantara waktu menstuasi, Keputihan, Gejala penyerta seperti, demam/menggigil, anoreksia, nausea, vomitus, disuria, poliuria, Menstruasi meningkat jumlah dan lamanya, Ada riwayat kontasepsi AKDR

Myoma Uteri (Penyakit Kandungan)

A. PENGERTIAN
Myoma uteri adalah tumor jinak otot rahim dengan komposisi jaringan ikat. Nama lain : leiomioma uteri dan fibromioma uteri, pada mulanya tumbuh sebagai bibit kecil didalam mimetrium dan lambat laun akan membesar. Frekuensi tumor sukar ditentukan secara tepat karena tidak semua penderita dengan myoma uteri datang ketempat pengobatan karena banyak diantara mereka yang tidak mempunyai keluhan apa-apa. Myoma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche dan sekitar 10 % myoma uteri merupakan penyakit pada alat-alat genetalia.

B. ETIOLOGI
Walaupun jelas myoma uteri berasal dari otot polos uterus, namun kurang diketahui faktor-faktor yang menyebabkan tumbuhnya tumor dari otot-otot tersebut. Banyak peneliti yang mengatakan teori stimulasi oleh estrogen, sebagai faktor etiologi dimana stimulasi dengan estrogen ini mengakibatkan :
a) Myoma Uteri seringkali tumbuh lebih cepat pada masa-masa hamil.
b) Neoplasma tidak pernah ditemukan sebelum menarche
c) Hiperplasia endometrium sering ditemukan bersamaan dengan myoma uteri
Namun teori ini banyak diragukan dengan alasan jika benar stimulasi dengan estrogen menjadi penyebab timbulnya myoma uteri, mengapa tidak pada semua wanita dalam masa reproduksi terdapat neoplasma ini, melainkan hanya 20 % saja.
Meyer dan De Sno mengusulkan teori Cell Nest atau teori Genito Blast, yang diperkuat lagi oleh percobaan Meyer dan Lipsschutz yang menyebutkan bahwa terjadinya myoma uteri itu tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada sel nest yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh estrogen ( Sarwono Prawirohardjo , 1982 ; 282).

C. PATOLOGI ANATOMI
Dikenal dua tempat myoma uteri yaitu pada serviks uteri hanya 1 – 3 % dan sisanya pada korpus uteri. Myoma uteri dapat dibedakan sesuai dengan tempat dimana tumor tersebut tumbuh, yaitu :
1. Myoma Submukosum
Berada dibawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus, myoma ini kadang-kadang dapat tumbuh terus dalam cavum uterus dan berhubungan dengan dinding uterus dengan tangkai sebagai polip, kemudian dilahirkan melalui saluran serviks dan sebagian kecil atau besar memasuki vagina yang disebut Myomgeburt.
2. Myoma Intramural
Myoma ini terdapat didinding uterus diantara serabut miometrium sehingga dapat menyebabkan pembesaran uterus.
3. Myoma Subserosum
Apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa. Myoma ini dapat tumbuh diantara kedua ligamentum latum menjadi mioma intra ligamenter dan dapat tumbuh pula pada jaringan lain misalnya ligamentum atau omentum dan apabila tangkainya terputus karena trombosis atau nekrosis, maka mioma ini akan membebaskan diri dari uterus, sehingga disebut Wandering / Parasitic Fibroid.
Besar uterus tergantung kepada besar myoma masing-masing, berat uterus bisa sampai 5 kg atau lebih. Didalam uterus mungkin ada satu myoma, akan tetapi jumlahnya banyak sekitar 5 sampai 30 saja, pernah ditemukan sebanyak 200 myoma dalam satu uterus.
Jika ada myoma yang tumbuh intramural dalam korpus uteri, maka korpus tampak bundar dan konsistensi padat dan bila terdapat banyak myoma maka uterus terlihat seperti ada benjol-benjol dengan konsistensi padat, kadang kala bila terletak pada dinding depan uterus myoma dapat menonjol kedepan, sehingga sering menimbulkan keluhan miksi. Myoma uteri lebih banyak ditemukan pada multipara atau pada wanita infertilitas relatif, tidak jelas apa yang menyebabkan infertilitas itu. Myoma uteri jarang ditemukan pada wanita dibawah umur 40 tahun keatas.

D. PERUBAHAN SEKUNDER MYOMA
1. Atropi
Setelah menopause dan rangsangan estrogen hilang atau sesudah kehamilan myoma uteri menjadi kecil.
2. Degenerasi hyaline
Perubahan ini sering terjadi pada penderita berusia lanjut, tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen, jaringan ikat bertambah, berwarna putih dan keras, disebut “myoma durum”
3. Degenerasi kistik
Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi seperti agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma.
4. Degenerasi membatu (calcareous degeneration )
Terjadi pada wanita usia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras.
5. Degenerasi Merah (Carneus Degeneration)
Perubahan ini biasanya terjadi pada kehamilan dan nifas, diperkirakan karena suatu nekrosis sub akut sebagai gangguan vaskularisasi. Degenarasi merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haus sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan.
6. Degenerasi Lemak
Jarang terjadi dan merupakan kelanjutan degenerasi hialin.
E. GEJALA DAN TANDA-TANDA
Hampir separuh kasus miomaGejala-gejala tergantung dari lokasi myoma, besarnya myoma dan perubahan-perubahan dalam myoma. Gejala-gejala dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Perdarahan tidak normal
Perdarahan ini sering bersipat Menorhoeragia mekanisme perdarahan ini tidak diketahui benar, akan tetapi faktor – faktor yang kiranya memegang peranan dalam hal ini ialah meluasnya permukaan endometrium dan gangguan dalam kontraktilitas miometrium. Perdarahan dapat pula bersifat metroragia yang bisa disebabkan mioma sub mukosum akan tetapi mungkin disebabkan oleh yang lain, seperti hiperplasia endometrium atau adenokarsinoma endometri.

2. Rasa Nyeri
Dapat terjadi apabila :
a) Mioma menyempitkan kanalis cervikalis
b) Mioma sub mukosum sedang dikeluarkan dari rongga rahim
c) Ada penyakit adneksa ( inflamasi pada tuba dan ovarium ) seperti adneksitis. Salpingitis ( inflamasi akut atau kronis pada tuba uterina ) oovoritis ( inflamasi pada ovarium )
d) Terjadi degenerasi merah atau putaran tangkai

3. Tanda-tanda Penekanan
Terdapatnya tanda-tanda penekanan tergantung dari besar dan lokasi myoma uteri. Tekanan bisa terjadi pada pada traktus urinarius, pada usus, dan pada pembuluh-pembuluh darah. Akibat tekanan terhadap kandung kemih ialah distorsi dengan gangguan miksi dan terhadap ureter bisa menyebabkan hidro ureter. Tekanan pada rektum dapat menyebabkan obstipasi dan nyeri defekasi. Tekanan terhadap pembuluh-pembuluh darah dalam panggul dapat menyebabkan pembesaran pembuluh-pembuluh vena, edema pada tungkai dan rasa nyeri pelvis.
4. Infertilitas dan Abortus
Infertilitas dapat terjadi jika mioma intra mural menutup atau menekan pars interstisialis tuba, myoma submukosum memudahkan terjadinya abortus. Apabila ditemukan myoma pada wanita dengan keluaran infertilitas, harus dilakukan pemeriksaan yang seksama terhadap sebab-sebab lain dari infertilitas, sebelum menghubungkannya dengan adanya myoma uteri.

F. DAMPAK MYOMA UTERI TERHADAP KEHAMILAN DAN PERSALINAN
1. Mengurangi kemungkinan kehamilan karena endometrium kurang baik
2. Kemungkinan abortus lebih besar karena distorsi dari rongga uterus, khususnya pada myoma sub mukosum.
3. Dalam kehamilan myoma kadang-kadang sangat membesar sehingga menekan pada organ-organ sekitarnya.
4. Kelainan letak janin dalam rahim, terutama pada myoma yang sub mukosum dan intramural.
5. Persalinan dapat terhalang apabila myoma yang terletak pada bagian bawah korpus uteri atau pada serviks merintangi turunnya kepala janin dalam rongga pelvis.

G. DAMPAK KEHAMILAN DAN PERSALINAN TERHADAP MYOMA UTERI
1. Tumor menjadi lebih lunak dalam kehamilan, dapat berubah bentuk dan mudah terjadi gangguan sirkulasi didalamnya, sehingga terjadi perdarahan dan nekrosis ditengah tumor. Tumor tampak merah (degenarasi merah) atau tampak seperti daging (degenerasi karnossa).
2. Perubahan ini menyebabkan rasa nyeri diperut yang disertai dengan gejala rangsangan peritonium dan gejala peradangan, walaupun dalam hal ini peradangan bersifat suci hama (steril). Lebih lagi komplikasi ini terjadi dalam masa nifas karena sirkulasi dalam tumor mengurang akibat perubahan sirkulasi yang dialami oleh wanita setelah bayi lahir.
3. Tumor tumbuh lebih cepat dalam kehamilan akibat hipertropi dan edema, terutama dalam bulan-bulan pertama, mungkin karena pengaruh hormonal setelah kehamilan 4 bulan, tumor tidak bertambah besar lagi.
4. Myoma Sub Serosum yang bertangkai dapat mengalami putaran tangkai akibat desakan uterus yang makin lama makin membesar.

H. DIAGNOSIS
Diagnosis myoma uteri dalam kehamilan biasanya tidak sulit, kadang-kadang penderita sendiri merasa adanya benda dalam rongga perut bagian bawah. Akan tetapi kadang-kadang diagnosis ini salah, terutama pada kehamilan kembar atau myoma kecil disangka bagian kecil janin. Dalam persalinan lebih menonjol waktu ada HIS sehingga mudah dikenal.
Myoma yang lunak dan tidak menyebabkan kelainan bentuk uterus sangat sulit untuk dibedakan dari uterus gravidarus. Bahkan pada laparatomi, sewaktu perut terbuka, kadang-kadang tidak mungkin untuk didiagnosis yang tepat. Dalam hal ini kerokan (biopsi) diagnostik sangat diperlukan, akan tetapi tindakan ini bisa menimbulkan kesulitan karena dengan adanya myoma, kavum uteri menjadi tidak lurus.

I. PENANGANAN / PENGOBATAN
Beck dan Whitehouse mengutarakan bahwa 55 % dari smua myoma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apapun. Oleh sebab itu, jika myoma uteri masih kecil dan tidak menimbulkan gejala dan khususnya bagi penderita yang mendekati masa menopause, pengobatan tidak diperlukan. Cukup dilakukan pemeriksaan pelvis secara rutin tiap 3 atau 6 bulan. Pada umumnya pada penderita myoma uteri tidak dilakukan operasi untuk mengangkat myoma dalam kehamilan. Demikian pula tidak dilakukan abortus provokatus. Apabila terjadi degenerasi merah pada myoma dengan gejala-gejala seperti diterangkan diatas, biasanya sikap konservatif dengan istirahat baring dan pengawasan yang ketat memberi hasi yang memuaskan.
1. Pengobatan Penunjang
Khusus sebagai penunjang pengobatan bagi penderita anemia karena hipermenorea, dapat diberikan ferrum, transfusi darah, diet kaya protein, kalsium dan vitamin C.

2. Pengobatan Operatif
a) Radiotherapy, pasangan radium, hormonal anti estrogen yang diberikan pada :
1) Hanya dilakukan pada wanita yang tidak dapat dioperasi
2) Uterus harus lebih kecil dari kehamilan 3 bulan
3) Bukan jenis sub mukosa
4) Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rectum
5) Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menimbulkan menopause
b) Myiomektomi
Myomektomi atau operasi pengangkatan myoma tanpa mengorbankan uterus dilakukan pada myoma intramural, myoma sub mukosum dan myoma sub serosum bertangkai atau jika fungsi uterus masih hendak dipertahankan, pada myoma sub mukosum yang dilahirkan dalam vagina, umumnya tumor dapat diangkat pervaginam tanpa mengangkat uterus. Operasi myomektomi :
1) Dilakukan bila masih menginginkan keturunan
2) Syaratnya harus dilakukan kuretage dulu, untuk menghilangkan kemungkinan keganansan
3) Kerugiannya :
a) Melemahkan dinding uterus
b) Rupture uteri pada waktu hamil
c) Menyebabkan perlekatan

c. Histerektomi
Jika myoma uteri perlu dioperasi, maka tindakan yang dilakukan adalah histerektomi, umumnya dilakukan histerektomi abdominal, akan tetapi jika uterusnya tidak terlalu besar dan apalagi jika terdapat pula prolapsus uteri, histerektomi vaginal dapat dipertimbangkan. Pad histerektomi, myoma pada serviks uteri perlu diperhatikan jalannya ureter. Operasi histerktomi dilakukan apabila :
1) Myoma uteri besarnya diatas 14 minggu kehamilan
2) Pada wanita muda sebaiknya ditinggalkan satu atau dua ovarium, maksudnya untuk :
a) Menjaga jangan terjadi menopause sebelum waktunya
b) Menjaga gangguan coronair/aterisklerosis umum.

J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Klien dengan gangguan sistem reproduksi akan memberikan respon psikososial yang spesifik karena merupakan organ vital yang sangat privasi
Tahapan proses keperawatan
1. Pengkajian
Merupakan tahap awal dalam mengumpulkan data klien
a. Komunikasi dengan klien untuk validasi data
b. Menggunakan kalimat yang sederhana dan mudah dimengerti
c. Hati-hati dalam bertanya karena ada data-data yang sangat rahasia, seperti bagaimana pola hubungan seksual ibu
1) Pengumpulan data
a) Identitas
• Identitas Klien : Nama, umur, jenis kelamin, agama pendidikan, pekerjaan diagnosa medis, alamat, No. Medrec
• Identitas penanggung jawab : Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan hubungan dengan klien.
b) Riwayat Kesehatan
(1) Keluhan Utama
• Nyeri (Jenis, Intensitas, waktu, durasi, daerah yang menyebabkan nyeri bertambah, atau berkurang), hubungan nyeri dengan menstruasi, seksualitas, fungsi urinaria, dan gastrointestinal.
• Perdarahan (pada saat kehamilan, setelah menopause, karakteristik, faktor pencetus, jumlah, warna, konsistensi)
• Pengeluaran cairan/secret melalui vagina (iritasi, gatal, nyeri, jumlah, warna, konsistensi)
• Masa (pada mamae, karekterisrik, hubungannya dengan menstruasi, kekenyalan, ukuran, nyeri dan pembesaran limfe)
• Keluhan fungsi reproduksi

(2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengembangan keluhan utama dengan PQRST

(3) Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit yang pernah dialamai masa anak-anak, penyakit kronis pada masa dewasa, riwayat infertilitas, penyakit gangguan metabolisme/nutrisi, penggunaan obat-obatan radiasi yang lama, peradangan panggul, rupture appendik peritonitis.

(4) Riwayat Genito Reproduksi
Riwayat menstruasi, usia pertama menstruasi, siklus, durasi, jumlah darah yang keluar, dismenore.
• Jika menopause, mentruasi terakhir, gejala klimaksterium, pemeriksaan papsmear, pemeriksaan payudara, riwayat STDS
• Jika pernah hamil: waktu persalinan, metoda persalinan, komplikasi saat melahirkan.
• Aktivitas seksual : kekuatan respon seksual, rasa nyeri.

(5) Riwayat Kesehatan Keluarga
DM, kardiovaskuler, kehamilan kembar, kanker, gangguan genetik, kongenital.

c) Pemeriksaan Fisik
(1) Secara umum: tinggi badan berat badan bentuk, system pernafasan, system kardiovaskuler, sistem persarafan.
(2) Secara khusus:
(a) Pemerikasaan payudara: ukuran, kesimetrisan, massa, retraksi jaringan parut, kondisi puting susu.
(b) Pemeriksan abdomen : adanya masa abdominopelvic
(c) Genetalia eksterna : inpeksi dan palpasi dengan posisi litotomi bertujuan mengkaji kesesuaian umur dengan perkembangan sistem reproduksi, kondisi rambut pada simpisis pubis dan vulva, kulit dan mukosa vulva, tanda-tanda peradangan, bengkak dan pengeluaran cairan vagina.
(d) Pelvis : dengan mengunakan spekulum dilakukan inpeksi servik yaitu warna, bentuk, dilatasi servik, erosi, nodul, masa, cairan pervaginam, perdarahan, lesi atau luka. Setelah spekulum dilepas dapat dilakukan pemeriksaan bimanual yaitu : memasukan dua jari kedalam vagina untuk pemeriksaan dinding posterior vagina ( adanya masa, ukuran, bentuk, konsistensi, mobilitas uterus, mobilitas ovarium, adneksa).
(e) Pemeriksaan rectum dan rekto vagina.
d) Status sosial ekonomi :
Tempat Tanggal lahir, lingkungan, posisi dalam keluarga, pendidikan, pekerjaan, sumber stress, situasi financial, aktivitas dan support system.
e) Pemeriksaan Penunjang
(1) Pemeriksaan Diagnostik :
(a) Papsmear : untuk mengetahui keadaan servik
(b) Sistoskopi dan intravena pielogram : untuk mengetahui kandung kemih.
(c) MRI / CT Scan abdomen : untuk menilai penyebaran dari tumor
(2) Pemeriksaan Hematologi
(3) Pemeriksaan EKG dan Rontgen

2) Diagnosa Keperawatan
a) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan infiltrasi sel Tumor ke saraf
b) Gangguan rasa aman : Cemas
c) Gangguan Eliminasi
d) Intoleransi terhadap aktivitas

3) Perencanaan
a) Diagnosa Keperawatan : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan infiltrasi sel Tumor ke saraf.
(1) Intervensi :
Tentukan karakteristik dan lokasi ketidaknyamanan, perhatikan isyarat verbal dan non verbal
Rasional :
Membantu membedakan karakteristik khusus dan nyeri
(2) Intervensi :
Latih dan berikan informasi cara untuk mengatasi nyeri
Rasional :
Meningkatkan pemecahan masalah sehingga membantu mengurangi nyeri

(3) Intervensi
Atur posisi tidur senyaman mungkin
Rasional :
Meningkatkan kenyamanan
(4) Intervensi
Anjurkan penggunaan relaksasi nafas dalam dan distraksi
Rasional :
Relaksasi otot dan mengalihkan perhatian sehingga dapat mengurangi nyeri.
b) Diagnosa Keperawatan : Gangguan rasa aman : Cemas berhubungan dengan
(1) Intervensi :
Berikan penjelasan tetang proses penyakit
Rasional :
Agar klien mengetahui penyakit yang dideritanya
(2) Intervensi :
Jelaskan setiap prosedur tindakan yang akan dilakukan
Rasional :
Memberikan pengertian pemahaman terhadap setiap tindakan yang akan dilakukan
(3) Intervensi :
Berikan motivasi pada klien untuk kesembuhannya
Rasional :
Membangun kepercayaan diri untuk segera sembuh
(4) Intervensi :
Anjurkan klien untuk lebih banyak berdoa
Rasional :
Memperkuat aspek psikologis klien dan menambah keyakinannya akan proses pengobatan.

c) Diagnosa Keperawatan : Gangguan Eliminasi urine ; poliuria berhubungan dengan kapasitas blader berkurang akibat penekanan dari myoma
(1) Intervensi :
Jelaskan penyebab
Rasional :
Klien mengerti penyebab poliuri
(2) Intervensi :
Anjurkan BAK secara terjadwal
Rasional :
Mebiasakan BAK secara terjadwal
d) Diagnosa Keperawatan : Intoleransi terhadap aktivitas
(1) Intervensi :
Kaji tingkat kemampuan klien beraktivitas
Rasional :
Perawat dapat merencanakan tindakan perawatan mandiri pada klien dan dibantu oleh perawat
(2) Intervensi :
Ukur tanda-tanda vital tiap 4 jam
Rasional :
Perawat dapat mengukur tingkat kemampuan klien
(3) Intervensi :
Bantu klien untuk personal hygiene : mandi, sikat gigi, dan kebersihan vulva
Rasional :
Untuk mencegah terjadinya infeksi
(4) Intervensi :
Anjurkan pada klien untuk makan – makanan yang bergizi
Rasional :
Mencegah terjadinya anemia akibat perdarahan

4) Pelaksanaan
Pada tahap ini perawat melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan perencanaan yang sudah disusun. Setelah melakukan tindakan keperawatan kemudian perawat mendokumentasikan semua tindakan keperawatan sesuai dengan waktu, tempat, dan ditanda tangani. Hal ini sebagai pertanggungjawaban dan pertanggung gugatan perawat untuk menghindari liabilitas.

5) Evaluasi
Mengukur sejauh mana klien mencapai tujuan yang spesifik dari rencana keperawatan , identifikasi faktor-faktor posisif dan negatif yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan, revisi rencana perawatan dilakukan secara berkesinambungan, adanya modifikasi atau terminasi perawatan.

Daftar Pustaka :
( Sarwono Prawirohardjo , 1982 ; 282).

Pelvic Imflamatory Disease (Penyakit Tadang Panggul)

DEFINISI
Penyakit Radang Panggul (Salpingitis, PID, Pelvic Inflammatory Disease) adalah suatu peradangan pada tuba falopii (saluran menghubungkan indung telur dengan rahim).

Peradangan tuba falopii terutama terjadi pada wanita yang secara seksual aktif.
Resiko terutama ditemukan pada wanita yang memakai IUD.

Bisasanya peradangan menyerang kedua tuba.
Infeksi bisa menyebar ke rongga perut dan menyebabkan peritonitis.

PENYEBAB
Peradangan biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, dimana bakteri masuk melalui vagina dan bergerak ke rahim lalu ke tuba falopii.
90-95% kasus PID disebabkan oleh bakteri yang juga menyebabkan terjadinya penyakit menular seksual (misalnya klamidia, gonore, mikoplasma, stafilokokus, streptokokus).

Infeksi ini jarang terjadi sebelum siklus menstruasi pertama, setelah menopause maupun selama kehamilan.
Penularan yang utama terjadi melalui hubungan seksual, tetapi bakteri juga bisa masuk ke dalam tubuh setelah prosedur kebidanan/kandungan (misalnya pemasangan IUD, persalinan, keguguran, aborsi dan biopsi endometrium).

Penyebab lainnya yang lebih jarang terjadi adalah:

  • Aktinomikosis (infeksi bakteri)
  • Skistosomiasis (infeksi parasit)
  • Tuberkulosis.
  • Penyuntikan zat warna pada pemeriksaan rontgen khusus.

    Faktor resiko terjadinya PID:

  • Aktivitas seksual pada masa remaja
  • Berganti-ganti pasangan seksual
  • Pernah menderita PID
  • Pernah menderita penyakit menular seksual
  • Pemakaian alat kontrasepsi yang bukan penghalang.
  • GEJALA
    Gejala biasanya muncul segera setelah siklus menstruasi.
    Penderita merasakan nyeri pada perut bagian bawah yang semakin memburuk dan disertai oleh mual atau muntah.

    Biasanya infeksi akan menyumbat tuba falopii. Tuba yang tersumbat bisa membengkak dan terisi cairan. Sebagai akibatnya bisa terjadi nyeri menahun, perdarahan menstruasi yang tidak teratur dan kemandulan.
    Infeksi bisa menyebar ke struktur di sekitarnya, menyebabkan terbentuknya jaringan parut dan perlengketan fibrosa yang abnormal diantara organ-organ perut serta menyebabkan nyeri menahun.

    Di dalam tuba, ovarium maupun panggul bisa terbentuk abses (penimbunan nanah).
    Jika abses pecah dan nanah masuk ke rongga panggul, gejalanya segera memburuk dan penderita bisa mengalami syok.
    Lebih jauh lagi bisa terjadi penyebaran infeksi ke dalam darah sehingga terjadi sepsis.

    Gejala lainnya yang mungkin ditemukan pada PID:

  • Keluar cairan dari vagina dengan warna, konsistensi dan bau yang abnormal
  • Demam
  • Perdarahan menstruasi yang tidak teratur atau spotting (bercak-bercak kemerahan di celana dalam
  • Kram karena menstruasi
  • Nyeri ketika melakukan hubungan seksual
  • Perdarahan setelah melakukan hubungan seksual
  • Nyeri punggung bagian bawah
  • Kelelahan
  • Nafsu makan berkurang
  • Sering berkemih
  • Nyeri ketika berkemih.
  • DIAGNOSA
    Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
    Dilakukan pemeriksaan panggul dan perabaan perut.

    Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:

  • Pemeriksaan darah lengkap
  • Pemeriksan cairan dari serviks
  • Kuldosentesis
  • Laparoskopi
  • USG panggul.
  • PENGOBATAN
    PID tanpa komplikasi bisa diobati dengan antibiotik dan penderita tidak perlu dirawat.

    Jika terjadi komplikasi atau penyebaran infeksi, maka penderita harus dirawat di rumah sakit.
    Antibiotik diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah) lalu diberikan per-oral (melalui mulut).
    Jika tidak ada respon terhadap pemberian antibiotik, mungkin perlu dilakukan pembedahan.
    Pasangan seksual penderita sebaiknya juga menjalani pengobatan secara bersamaan dan selama menjalani pengobatan jika melakukan hubungan seksual, pasangan penderita sebaiknya menggunakan kondom.